Depresi
adalah suatu keadaan menurunnya mood yang sering dihubungkan pada umumnya
dengan kehilangan tenaga dan minat, perasaan bersalah, kesukaran
berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, hilangnya kemampuan untuk ,merasakan
pengalaman yang menyenangkan dan pikiran mengenai mati atau bunuh diri ( Kaplam
& Sadock, 1988).
Keadaan depresi untuk anak-anak berbeda dengan remaja,
dewasa dan orang usia lanjut. Anak
remaja dan orang dewasa pada umumnya mengeluh tentang adanya perasaan sedih,
tidak berharga, tidak ada harapan, atau merasa tidak berguna; sedangkan orang
usia lanjut lebih banyakmenyatakan keluhan fisik seperti nyeri di dada, berat
badan menurun, konstipasi, pusing, nyeri punggung, nyeri sendi, dan nyeri di
tempat lainnya ( Cutler dan Narang, 1984 ).
Perbedaan gambaran depresi juga terjadi karena adanya
perbedaan budaya. Penderita yang berasal dari negara bukan Barat lebih banyak
memperlihatkan gejala somati seperti badan lemah, nafsu makan berkurang,
vitalitas melemah, perasaan rendah diri, sulit tidur, dsb ; sedangkan penderita
dari negara Barat lebih banyak memperlihatkan gejala mood seperti perasaan
berdosa, menurunnya harga diri, dsb. Dengan adanya perbedaan gambaran yang
diperlihatkan akan tampak seolah-olah di negara-negara berkembang sedikit atau
tidak ada penderita depresi, walaupun kenyataannya banyak didapatkan penderita
depresi ( Murphy, 1982 ; Marsella, 1960). Beberapa kemungkinan gangguan depresi
yang diperlihatkan menunjukkan kesamaan
dengan yang ditemukan di Barat, walaupun konsep depresi pada budaya Barat tidak
ada pada budaya bukan Barat. Pengalaman depresi yang erat hubungannya dengan
konteks budayanya, dapat diduga mempunyai perbedaan arti dan pengalaman dan
mungkin bukan karena perbedaan label depresi. Dapatkah depresi dikatakan
sebagai keadaan yang universal apabila gambaran yang diperlihatkan berbeda
untuk suku bangsa yang berbeda? ( Marsella, 1980).
Untuk dapat menangani penderita depresi dengan baik,
diperlukan pemahaman mengenai penyebab dan diagnosis depresi yang erat
hubungannya dengan terapinya. Dalam tulisan ini disajikan teori penyebab
depresi, beberapa kriteria diagnostic depresi dan cara menangani penderita
depresi, dengan harapan nantinya para dokter dapat menangani kasus ini lebih
dini.
PENYEBAB
DEPRESI
Sampai sekarang penyebab depresi belum diketahui dengan
pasti. Walaupun demikian, di bawah ini akan disampaikan tiga buah hipotesis,
yaitu hipotesis biologic, psikologik, dan budaya.
1. Hipotesis Biologik
Banyak
penelitian telah dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan biologik pada
penderita depresi, seperti penelitian pada neurotransmitter, fungsi regulasi
sinap, metabolit neurotransmitter, dan fungsi reseptor, namun sampai sekarang
belum ada hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik.
11 Neurotransmiter
Sejumlah
pengukuran tidak langsung digunakan untuk menilai turnover neurotransmitter dan fungsi reseptor. Dalam usaha
menentukan depresi sebagai suatu keadaan abnormal, peneliti klinik telah
membandingkan nilainya pada penderita depresi dan control.
Asberg
dkk (1976) menyatakan bahwa adanya penurunan jumlah 5-HIAA dalam cairan
serebrospinal merupakan ramalan biokemikal dari perilaku bunuh diri.
Neurotransmiter
norepinefrin dan serotonin banyak berhubungan dengan pengobatan antidepresiva
yang lama didapatkan bahwa semua kemanjuran pengobatannya dihubungkan dengan
penurunan secara lambat dalam sensitivitas beta-adrenergik pascasinap dan
reseptor 5-hidroksitriptamin2 (5HT2). Perubahan pada reseptor yang terjadi
lambat pada binatang percobaan berkorelasi dengan perbaikan klinis yang terjadi
perlahan-lahan pada penderita depresi pada minggu ke-1 sampa ke-3. Hal ini
konsisten dengan penurunan jumlah serotonin
reuptake site dan peningkatan konsentrasi serotonin yang ditemukan pada
postmortem dari otak penderita yang bunuh diri
yang telah mendapat pengobatan antidepresiva dalam jangka waktu lama.
Juga dilaporkan adanya penurunan ikatan 3H-imipramine pada platelet darah dari
beberapa individu depresi.
Beberapa
data melaporkan bahwa terjadi penurunan aktivitas dopaminergik pada penderita
depresi. Pengobatan dengan antidepresiva yang menggunakan peranan dopamine (DA)
adalah : trisiklik antidepresan, MAOIs, dan terapi kejang listrik, akan
mengurangi sensitivitas dari reseptor DA presinaptik. Perubahan ini menyebabkan
meningkatnya pengeluaran DA presinap.
Dugaan
lainnya adalah bahwa fungsi kolinergik meningkat pada penderita depresi.
Walaupun banyak antidepresiva mempunyai efek samping antikoligernik, khasiat
ini tidak ada hubungan dengan potensinya sebagai obat antidepresan. Karena
adanya supersensitivitas reseptor kolinergik pada penderita depresi, dilakukan
evaluasi penggunaan obat antikolinergik ( seperti triheksifenidil). Pada
penelitian klinik menunjukkan bahwa obat ini berefek pada mood pada penderita
Parkinson dan kalau salah memakain obat ini dapat menimbulkan euphoria.
12 Fungsi Regulasi pada Sinap
Penilaian
aktivitas fungsional dari system neurotransmitter adalah mengukur transmitter turnover dan receptor sensitivity. Penilaian neurotransmitter turnover, misalnya konsentrasi
metabolit dalam otak atau cairan serebrospinal yang merupakan refleksi dari
sintesis neurotransmiter, pengeluaran (release),
dan keadaan tidak aktif ( inactivation).
Proses di dalam presinaps ini dipengaruhi oleh kemampuan prekursor dan panjang
atau pendeknya feedback loops, serta
peranan reseptor presinaptik sebagai critical
role dalam mekanisme berikutnya. Fungsi pengeluaran (output) dari system neurotransmitter dipengaruhi oleh sensitivitas
dari reseptor pasca sinap dan jumlah pasangan reseptor sebagai respon metabolic
dalam saraf pascasinap.
13 Metabolit Neurotransmiter
Sejumlah
penelitian melaporkan adanya abnormalitas dari metabolit biogenik amine (
seperti 5-HIAA, homovanilic acid (HVA), dan MHPG) dalam darah, urine, dan
cairan serebrospinal pada penderita depresi.
Dalam
penelitian klinik, pengukuran derajat metabolit dalam cairan lumbal
serebrospinalis menghasilkan pengukuran langsung dari fungsi neurotransmitter
di SSP. Pengukuran ini merupakan refleksi global dari aktivitas SSP, tetapi
gagal menentukan lokalisasi perubahan anatomi dalam pengeluaran (release) neurotransmitter. Oleh karena
itu, pengukuran beberapa metabolit dalam cairan lumbal serebrospinalis merupakan
refleksi neurotransmitter turnover
dalam medulla spinalis (misalnya 3-methoxy-4-hydroxyphenyl glycol (MHPG) yang
merupakan metabolit NE dan 5-hydroxyindole acetic acid (5-HIAA) yang merupakan
metabolit 5-HT). Dalam sepuluh tahun terakhir ini telah dilaporkan lebih dari
12 hasil penelitian CSF pada penderita depresi, tetapi hasilnya sedikit yang
konsisten menyatakan penurunan kadar MHPG pada penderita depresi apabila
dibandingkan dengan control. Hal ini mungkin disebabkan karena produksi MHPG
dapat terjadi di perifer dan MHPG dapat masuk ke dalam CSF lewat plasma,
sehingga kadar MHPG dapat meningkat di CSF sebagai akibat produksi perifer yang
meningkat.
Dengan
demikian, pengukuran NE dan metabolitnya dalam urine dapat memberikan petunjuk
bahwa penurunan NE turnover adalah merupakan respon farmakologik konsisten untuk suatu
pengobatan antidepresiva. Perbandingan antara hasil deaminasi ke metabolit
lainnya (MHPG ke normetanefrin) melengkapi indeks aktivitas monoamine oxidase
(MAO) dan dalam klinik digunakan untuk memonitor pengobatan dengan MAO
inhibitors (MAOIs).
14 Fungsi Reseptor
Penelitian
sekarang lebih banyak mengarah kepada fungsi dari reseptor. Diduga bahwa
depresi endogen terjadi karena reseptor pascasinap kurang sensitive untuk
biogenic amin NE, DA, dan serotonin, sedangkan pada depresi psikogenik oleh
karena ketegangan emosional yang lama menyebabkan depot presinap kekurangan
biogenic amin (Kielholz et al, 1982).
2 Hipotesis Psikologik
Kebanyakan
klinisi berpendapat bahwa ada hubungan yang erat antara kejadian-kejadian dalam
hidup (life-events) dengan depresi.
Tidak
ada tipe kepribadian tertentu yang dapat merupakan pencetus depresi. Namun
bentuk kepribadian tertentu seperti tipe obsesi-kompulsif, histerikal lebih
banyak didapatkan pada penderita depresi dibandingkan dengan kepribadian
antisosial, paranoid dan tipe lainnya yang menggunakan mekanisme pertahanan
projeksi.
Karl
Abraham berpendapat bahwa manifestasi depresi dicetuskan oleh hilangnya objek
libido, sehingga terjadi proses regresi, yaitu kemunduran fungsi ego dari keadaan fungsi mature ke trauma infantile dari stadium
oral sadistic dari perkembangan libido yang berpengaruh karena proses fiksasi
pada masa awal anak-anak.
Teori
structural dari Freud menyatakan bahwa introjeksi dari objek yang hilang menimbulkan ambivalensi, sehingga ego
kehilangan energy dan menimbulkan gejala depresi yang khas. Sedangkan super ego
tidak mampu melawan kehilangan obyek luar dan melampiaskan hal ini pada ego
sebagai introjeksi.
Pada
binatang percobaan yang berulang-ulang
diberikan electris shocks dan
ia tidak diberikan kesempatan untuk melarikan diri dari keadaan ini, akan terus
memperlihatkan tidak ada usaha untuk melarikan diri pada shock berikutnya,
walaupun kesempatan melarikan diri diberikan. Menurut teori belajar tidak
berdaya (learned helplessness),
depresi dapat diperbaiki apabila klinisi dapat membangkitkan penderita depresi
mempunyai sense of control dan
menguasai lingkungan. Terapi perilaku yang memberikan penghargaan dan dukungan
yang positif merupakan usaha yang dapat diandalkan.
Sedangkan
menurut teori kognitif, depresi timbul karena adanya misinterpretasi meliputi :
distorsi negative dari pengalaman
hidup, penilaian diri yang negative, pesimistis, dan tidak ada harapan.
3 Hipotesis Budaya
Marsella
(1980) mengajukan teori budaya berdasarkan atas konsep psikodinamika atau
psikologi social. Teori ini berdasarkan atas : struktur keluarga, berkabung,
penyesuaian kepribadian (conforming personality), pertahanan psikologik,
ekspresi agresi, dan kegagalan prestasi.
31 Struktur Keluarga
Stainbrook
(1954) menyatakan bahwa depresi sedikit terjadi pada budaya bukan Barat karena
struktur keluarga besar akan mengurangi frustasi pada permulaan hidupnya lewat multiple mothering (beberapa wanita ikut
mengasuhnya) dan mengeneralisasi obyek-obyek yang menarik ke banyak anggota
keluarga. Collomb (1967) menyatakan bahwa kurangnya depresi pada budaya bukan
Barat oleh karena hubungan yang erat antara anak dan ibu dan periode yang lama
membebaskan anak (tidak banyak larangan), yang dapat mengurangi perasaan tidak
aman pada masa anak-anak dan ini merupakan keadaan yang dapat mencegah
perkembangan kepribadian anak ke tipe depresi.
32
Conforming Personality
Arieti
(1959) menduga bahwa depresi terjadi akibat pola mengasuh anak (child-rearing pattern) dan struktur
keluarga yang mendorong perkembangan dari penyesuaian kepribadian. Depresi
umumnya terjadi pada individu dari masyarakat tingkat tinggi oleh karena ia
cenderung menyesuaikan dengan tekanan dari masyarakatnya dan orang tuanya.
33
Social Cohesion
Depresi
mungkin berhubungan dengan derajat menyatunya dalam masyarakat. Menyatunya
masyarakat menunjukkkan banyaknya anggota masyarakat memiliki orientasi nilai
dan tingkat mereka adalah masyarakat atas. Di bawah kondisi ini, dapat diduga
depresi terdapat lebih tinggi di antara wanita, anggota kelas masyarakat yang
lebih tinggi, dan anggota kelompok social yang bersatu.
34 Pshycological
Defenses
Rendahnya
angka depresi pada budaya bukan Barat karena mereka sangat patuh pada sangsi
masyarakat. Stainbrook (1954)
menyimpulkan bahwa budaya tertentu mungkin menyokong delusi kejar yang
digunakan untuk mengurangi resiko rasa bersalah. Menurut Savage dan Prince
(196&) penggunaan mekanisme projeksi menyebabkan rendahnya angka depresi
pada suku Yoruba di Nigeria.
35 Upacara Berkabung (Mourning Rituals)
Kebanyakan
upacara berkabung yang dilakukan pada budaya bukan Barat dapat mengurangi
resiko depresi oleh karena orang yang dicintai yang meninggal dianggap tidak
hilang, tetapi berpindah tempat. Ada juga yang berpendapat bahwa kematian
adalah merupakan kebebasan dari beban hidup di dunia dan kesempatan untuk masuk
surga.
36 Ekspresi Agresi
Budaya
yang menyediakan penyaluran pengeluaran agresi akan mempunyai angka depresi
yang rendah. Sedangkan masyarakat yang damai cenderung memperlihat angka
depresi yang meningkat.